Lompat ke isi utama

Berita

Lolly Suhenty: Kader Pengawas Partisipatif Harus Bergerak, Bukan Sekadar Ada

Bawaslu

Anggota Bawaslu Lolly Suhenty saat menyampaikan arahannya dalam kegiatan Pendidikan Pengawas Partisipatif bertema Berfungsi dan Bergerak Untuk Pemilu 2029 yang Bermartabat

Subang - Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) kembali menyelenggarakan Pendidikan Pengawasan Partisipatif (P2P), kali ini menyasar kader-kader di Provinsi Jawa Barat. Kegiatan ini digelar di Bogor, Jumat (1/8/2025) malam, dengan tema “Berfungsi dan Bergerak untuk Pemilu 2029 yang Bermartabat”.

Anggota Bawaslu RI, Lolly Suhenty, dalam arahannya menegaskan bahwa kader pengawas partisipatif tidak boleh sekadar ada, namun harus berfungsi aktif dalam mengawal demokrasi.

“Inilah waktu kita membuktikan kader tidak hanya sekadar ada, tidak sekadar lahir dan dibentuk, namun bisa berfungsi,” ucapnya saat membuka kegiatan.

Lolly menjelaskan, Jawa Barat dipilih menjadi salah satu dari 13 tuan rumah P2P melalui proses seleksi yang ketat oleh Bawaslu RI. Ia membantah anggapan bahwa pemilihan Jawa Barat didasarkan pada asal-usul dirinya.

“Jawa Barat tidak dipilih karena saya berasal dari sini. Proses seleksi dilakukan dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Jawa Barat menunjukkan performa membanggakan. Namun jumlah kader aktif belum mencukupi,” jelasnya.

Dalam forum tersebut, Lolly juga mengajak para kader untuk menengok kembali sejarah lahirnya Bawaslu, yang menurutnya tak bisa dipisahkan dari krisis kepercayaan terhadap proses Pemilu di masa lalu.

“Ketika kita bicara soal demokrasi, sejarah Bawaslu tidak boleh dilupakan. Pengawas lahir karena krisis kepercayaan dan kegelisahan terhadap pemilu yang lampau,” tuturnya.

Seiring waktu, kata Lolly, kewenangan Bawaslu telah diperkuat, termasuk melalui Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 104 yang menegaskan bahwa produk hukum Bawaslu dalam penanganan pelanggaran administrasi bersifat mengikat dan wajib ditindaklanjuti oleh KPU.

“Secara kewenangan, lembaga ini kini menghadapi situasi yang lebih baik,” katanya.

Ia menekankan bahwa pendidikan pengawas partisipatif harus melahirkan kader-kader yang memiliki daya kritis tinggi dalam membaca situasi Pemilu.

“Syarat menjadi kader, jangan keder, dalam pengetahuan, keterampilan, keberanian, dan daya kritisnya. Maka pendidikan ini menjadi bekal,” tegas Lolly.

Menutup arahannya, Lolly menantang para peserta untuk memperbesar jaringan kader pengawas partisipatif di Jawa Barat.

“Dari 100 orang yang hadir malam ini, setahun ke depan harapannya menjadi 500 orang. Bisa ya?” tanyanya, yang dijawab serentak oleh peserta, “Bisa!”

“Tanggung jawab ini harus ditunaikan, demi perbaikan demokrasi ke depan, mari manfaatkan waktu,” pungkasnya.

Penulis: G. Eki Pribadi
Foto: Bawaslu